Hanya saja, di balik itu semua, tebersit rasa sesal dalam hati manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson. Pelatih berusia 70 tahun itu masih berandai-andai tentang pertandingan-pertandingan krusial yang pernah dihadapi oleh MU.
Hal utama yang disesali oleh Ferguson adalah hasil imbang 4-4 saat menjamu Everton di kandangnya sendiri, Old Trafford, 22 April lalu. Menurutnya, dua gol yang dicetak Everton belakangan seharusnya tidak terjadi andaikan Patrice Evra dan kawan-kawan menerapkan cara bertahan ala Italia di akhir pertandingan yang diterapkan Roberto Mancini dalam laga-laga terakhir City.
Tim berjuluk "Setan Merah" itu sempat unggul dua gol ketika menghadapi Everton, 22 April lalu, namun mereka kemudian kehilangan dua poin karena kebobolan dua gol lagi hingga laga berakhir imbang.
"Pada akhirnya kami kehabisan waktu. Mancini membuat perubahan penting di belakang. Ini adalah mental permainan Italia dan mungkin kadang-kadang kami harus mencoba melakukannya," katanya seperti dilansir oleh Goal.com.
"Kami sebenarnya pasti bisa menang dengan bertahan saat melawan Everton. Jika kami telah melakukan sebagian kecil dari apa yang dilakukan City itu maka saya mungkin akan mengatakan hal yang berbeda," ungkapnya kemudian.
Ferguson mengatakan bahwa pasti MU-lah yang berada di ambang gelar juara Premier League jika berhasil merebut poin penuh dalam laga itu. Oleh karena itu, dia mendapuk laga melawan pasukan David Moyes itu sebagai laga paling krusial bagi timnya.
"Jika kami kalah di liga musim ini, tak ada keraguan bahwa laga yang sangat penting adalah yang berakhir dengan hasil imbang 4-4 (melawan Everton," tambahnya.
Hal kedua yang disesali oleh Ferguson adalah derbi Manchester, Oktober tahun lalu. Saat itu, lagi-lagi di rumahnya sendiri, MU dihajar 1-6 oleh City. "Menang besar" membuat City lebih unggul dalam selisih gol meski mereka mengantongi poin yang sama di klasemen.
Mereka juga kembali dibungkam dalam derbi Manchester di Etihad. Kali ini 0-1. Lini belakang MU masih juga tak sanggup menahan gempuran City yang tampil dengan tekanan lebih tinggi.
Ferguson menyadari bahwa MU akhirnya harus membayar harga atas keteledoran itu. Pasalnya, jika ingin menang, mereka harus unggul dengan sembilan gol pada laga terakhir jika baik mereka maupun City masing-masing menang melawan Sunderland dan QPR.
"Kami membayar untuk itu sekarang dengan City memegang keuntungan," katanya.
Kini, MU hanya bisa berharap. Namun, Ferguson mengingatkan bahwa timnya tak pernah meninggalkan filosofi menyerang mereka dalam pertandingan. Itu yang bisa dibanggakan oleh pelatih asal Skotlandia itu.
"Bukan natur kami untuk menutup diri dan saya berpikir bahwa ini adalah naluri menyerang kami yang alamiah, pendekatan yang sangat berani yang membuat United itu terkenal. Dalam hal ini pula, kebijakan, yang menjadikan kami juara dalam beberapa raihan trofi," tuturnya.
0
comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)